Langsung ke konten utama

Pohon Mentawa (Tapang)

 

1. Klasifikasi Ilmiah

  • Nama Ilmiah: Artocarpus anisophyllus
  • Keluarga: Moraceae
  • Ordo: Rosales
  • Genus: Artocarpus
  • Nama Lain: Mentawa, entawak, buah kelur, tapang

2. Deskripsi Pohon

  • Tinggi Pohon: Bisa mencapai 45 meter
  • Diameter Batang: Sekitar 60 cm, dengan banir hingga 2,5 meter
  • Daun: Tebal, berbentuk lonjong hingga bundar telur-lanset
  • Buah: Berduri pendek dengan daging buah berwarna jingga yang manis dan harum
  • Biji: Bisa dimakan dan mengandung karbohidrat serta protein

3. Habitat dan Persebaran

  • Pohon mentawak tumbuh di hutan-hutan dataran rendah hingga ketinggian 1.200 mdpl
  • Banyak ditemukan di Indonesia, Malaysia, dan beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya
  • Lebih sering tumbuh di tanah yang lembab dan subur

4. Manfaat Pohon Mentawak

  • Buah: Bisa dimakan langsung atau diolah menjadi sayuran saat masih mentah
  • Biji: Mengandung nutrisi yang dapat dikonsumsi
  • Kayu: Dikenal sebagai kayu keledang, digunakan dalam konstruksi ringan, pembuatan perahu, dan furnitur
  • Ekologis: Membantu menyerap karbon dan mencegah erosi tanah

5. Sejarah dan Budaya

Pohon mentawak telah lama dikenal di masyarakat Melayu dan Dayak sebagai pohon yang bernilai ekonomi dan ekologis. Di beberapa daerah, buahnya dianggap sebagai alternatif nangka atau cempedak karena memiliki rasa yang khas dan manis. Kayunya juga sering digunakan dalam pembuatan rumah tradisional serta kapal kayu karena daya tahannya yang baik.

Mentawak tidak dibudidayakan secara luas seperti nangka atau durian, tetapi masih dapat ditemukan di hutan-hutan alami. Beberapa upaya konservasi dilakukan untuk menjaga keberlangsungan spesies ini karena semakin berkurangnya habitat alami akibat deforestasi.

Dulu, ada tradisi menanam pohon Mentawak di atas makam seseorang, tepat di bagian kepala dan kaki. Tradisi ini mungkin memiliki makna simbolis, seperti perlindungan bagi arwah atau sebagai lambang kehidupan yang terus berlanjut setelah kematian.

Saat ini, kebiasaan itu sudah jarang ditemukan. Makam-makam modern lebih sering hanya ditanami rumput agar terlihat rapi, sejuk, dan subur. Namun, jika dipikirkan, menanam pohon di makam sebenarnya bisa memberikan manfaat lebih besar, seperti keteduhan, kesejukan, dan bahkan memperkaya lingkungan sekitarnya.

Meskipun tradisi ini sudah mulai pudar, mungkin masih ada masyarakat tertentu yang mempertahankan praktik ini karena alasan budaya atau kepercayaan. Bagaimanapun, konsep menanam pohon sebagai bentuk penghormatan terakhir tetap menarik untuk dipertimbangkan.