Sang Pejuang Jawa yang Menantang Kolonialisme
1. Lahir dalam Darah Bangsawan & Spiritualitas
Pangeran Diponegoro lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta. Nama kecilnya adalah Bendara Raden Mas Mustahar, lalu berganti menjadi Bendara Raden Mas Antawirya.
Sebagai putra Sultan Hamengkubuwono III, ia seharusnya bisa menjadi bagian dari pemerintahan Keraton Yogyakarta. Tapi ia menolak kehidupan istana dan lebih memilih hidup sederhana di desa, mendalami ilmu agama dan kebatinan.
Diponegoro dikenal sebagai pribadi berani, cerdas, dan memiliki keyakinan kuat pada ajaran Islam serta takdir Jawa.
2. Penyebab Perang Diponegoro (1825-1830)
Awalnya, Diponegoro tidak ingin berperang. Tapi ada banyak faktor yang membuatnya memimpin perlawanan terbesar melawan Belanda dalam sejarah Jawa:
1) Intervensi Belanda di Keraton
- Belanda terlalu ikut campur dalam urusan Keraton Yogyakarta.
- Sultan semakin tunduk pada Belanda, sementara Diponegoro menolak pengaruh asing.
2) Pajak yang Mencekik Rakyat
- Belanda memberlakukan pajak tinggi yang membebani rakyat kecil.
- Banyak tanah rakyat disita oleh Belanda dan bangsawan yang berpihak pada mereka.
3) Pemasangan Patok di Tanah Leluhur
- Pada tahun 1825, Belanda memasang patok di tanah leluhur Diponegoro di Tegalrejo.
- Ini dianggap sebagai penghinaan besar, dan Diponegoro akhirnya mengangkat senjata.
3. Strategi Perang Gerilya yang Menakutkan Belanda
Diponegoro tidak punya banyak pasukan resmi, tapi ia mengandalkan perang gerilya, memanfaatkan hutan, gunung, dan dukungan rakyat.
- Membagi pasukan dalam kelompok kecil → Sulit ditangkap dan bisa menyerang tiba-tiba.
- Dukungan dari rakyat & santri → Karena ia dikenal religius, banyak kiai dan santri ikut berperang.
- Menggunakan simbol-simbol spiritual → Ia dianggap sebagai Ratu Adil, pemimpin yang diramalkan dalam kepercayaan Jawa untuk membebaskan rakyat dari penindasan.
Belanda kewalahan menghadapi taktik ini, dan perang ini menjadi perang kolonial paling mahal yang pernah dihadapi Belanda di Indonesia.
4. Akhir Perang & Pengkhianatan Belanda
Setelah 5 tahun perang besar yang membuat Belanda hampir bangkrut, mereka akhirnya menggunakan cara licik untuk menangkap Diponegoro.
- Pada tahun 1830, Belanda mengundang Diponegoro untuk berunding di Magelang, menjanjikan kesepakatan damai.
- Saat Diponegoro datang, ia dikhianati dan ditangkap.
- Ia kemudian diasingkan ke Manado (1830-1834) dan akhirnya ke Makassar (1834-1855), tempat ia meninggal dalam pengasingan.
5. Warisan & Pengaruhnya
Pangeran Diponegoro bukan hanya seorang pejuang perang, tapi juga simbol perlawanan rakyat terhadap penjajahan.
- Namanya diabadikan sebagai nama jalan, universitas (UNDIP), hingga kapal perang Indonesia.
- Perang Diponegoro membuktikan bahwa dengan strategi, tekad, dan dukungan rakyat, kekuatan kolonial bisa digoyahkan.
- Ia tetap dikenang sebagai sosok yang setia pada prinsip dan berjuang demi keadilan, bukan demi tahta.